Tuesday, January 11, 2011

Segelas Kopi - Pulang Kampung Neh Part.1

Perjalanan ini sangat berarti bagi sang pembual. Tanah kelahiran yang telah lama ku tinggal hampir 18 tahun ini akhirnya bisa ku kunjungi walaupun harus di dahului dengan perdebatan yang cukup alot dengan orang tua. Biasa lah, agak sedih ga bisa berlebaran dengan anak laki-laki satu-satunya ini yang kece (kere dan cemen).

Bisa dibilang kalau sang pembual agak penasaran dengan kondisi terkini dari kota Banda Aceh, setelah mengalami bencana Tsunami 2004 yang telah merenggut banyak nyawa, termasuk Paman dan Sepupu (semoga mereka selalu berada dalam ridhoNya).

Masih segar dalam ingatan, hari Rabu tanggal 20 Oktober 2010. Berangkat dari Bandara Soetta pukul 16.20 dengan maskapai, sebut saja Kutu Air. Duduk dibangku 22C ditemani oleh bapak-bapak disebelah (huh, knp sering sebelahan ma bapak2 ato emak2 ya?). Ketika mesin dinyatakan, terkesan sebagai api obor pembuka olimpiade, memulai perjalanan menuju kampung halaman. (kalo kata Pak Obama --> "Pulang Kampung Neh").
Pk 06.20 - Pk 19.00    
@#!.)&%%#$!B)*% C Am Dm ke G ke C lagi @#%*^@%*^#@
Artinya: bengong ma tidur2an doank

Pk 19.00                   
Hinggap di Bandara Polonia Medan, lapor transit pesawat kepada pihak yang berwajib (petugas Kutu Air), siapa tau ada yang bawa obat-obatan terlarang, seperti minyak kencur, obat kuat dosis tinggi, obat TBC tidak sesuai resep dokter, dsb. Selain itu, Alhamdulillah dapat sekotak nasi beserta lauk dan bill nya juga (enggak lah) buat buka puasa penumpang dari Mbak2 Waiting Room.Sungguh elok nian, bulan puasa emang penih berkah. Sebelumnya juga dapat sesobek roti dari bapak-bapak sebelah (ternyata ada hikmahnya juga, atau mgkn wajah ku ini sangat melankolis -> baca "melarat")

Pk. 20.20       
Akhirnya Suara ghaib (Announcer) bergema
"Sesaat lagi anda akan tiba di Bandara Internasional Iskandar Muda Banda Aceh. Tetap gunakan sabuk pengaman hingga pesawat benar-benar berhenti, siapa tau tiba-tiba pesawatnya ayan karena kurang asupan   Avtur. Waktu menunjukkan pukul 20.20 dan tidak ada perbedaan waktu antara Jakarta dan Banda Aceh karena kita Bhinneka Tunggal Ika. Terima kasih telah mempercayakan perjalanan Anda kepada Kutu Air, karena sungguh sulit mendapat orang yang mau percaya sama kami  hiks..hiks...Semoga kita berjumpa lagi di penerbangan dan dimensi lainnya. Terima Kasih. (Minta Tissue donk!)"

Pk 20.20 - 20.40   
Menunggu Bagasi keluar. Inilah saat2 yang paling membosankan. Menunggu satu per satu sama dengan satu barang-barang bawaan penumpang dengan travellator. Ada berbagai macam koper, dus kerupuk, dus pecah-belah, dus buku-buku bacaan,  dan dus tadiantarakita. Akhirnya barang-barang ku sebanyak satu biji udah keluar dari peraduannya. Koper tanpa roda sebelah (kasian nasib mu nak). Bayangin aja gimana perjuangan menenteng si koper tuh. Udah kumel, hitam lebam, koyak, lusuh, idup lagi (lah itu kan gw yak?).

Akhirnya, tibalah detik-detik proklamasi, eh, detik-detik pertemuan dengan keluarga yang menjemput. Ada kakek, nenek, paman, 2 ekor sepupu. Ah, sungguh momen yang krusial bagi seorang anak yang telah lama meninggalkan kampung halaman. Setelah cium pipi kanan, pipi kiri trus tabok jidat ampe bengkak akhirnya kami mulai bergerak dengan mobil paman yang rodanya empat spionnya dua pintunya lengkap (mempertegas, kalo yang gw naikin bukan bemo).

Melewati lika liku jalan kota Banda Aceh terlihat begitu banyak perbedaan (padahal udah ga inget lagi). Setidaknya begitulah kata paman dan kakek saya yang dengan semangat 45 mencoba mengingatkan saya kembali dengan memorial kota ini. Jalannya yang serba baru, kiri kanan ditanami pepohonan kota, rumah-rumah tertata rapi, ga da macet, ada tugu tsunami, museum tsunami, tugu"thanks to world" dengan bendera2 yang membantu Aceh kala itu, Masjid Baiturrahman yang tetap berdiri kokoh. Akhirnya sampai lah pada rumah tempat aku dulahirkan. Hiks..hiks terharu aku bisa kembali ke tempat awal kehidupan *lebohay

Sunday, January 9, 2011

Chapter 04 - Persahabatan Bagai Kedondong

Seragam. Begitulah budaya pendidikan yang sampai saat ini terjaga keluruhannya. Pakaian diyakini memiliki kontribusi yang tinggi jika berbicara mengenai keselarasan, keserasian, dan keseimbangan. Tak ada diskriminasi, tak ada rasisme, yang ada hanyalah Satu Bangsa, Satu Bahasa, Satu Tanah Air. Itulah INDONESIA (fiuh....penulis rada patriotik akhir2 ne).


Seperti biasa, Pukul 10.00 adalah waktu dimana calon-calon penerus generasi bangsa di TK Bual Sentosa meniti pencarian jati diri dan impian masa depan. Ratusan murid-murid berkumpul satu sama lain bersiap-siap disuruh masuk ke kerangkeng. Warna putih-kuning menghiasi pemandangan sekolah yang memberikan sentuhan warna-warna mentereng beriringan dengan hijaunya dedaunan, birunya langit luas, dan hitam manisnya bapak-bapak yang lagi nyapu di depan sekolah.
Adalah si Colek (Cowok Pesolek), putra yang dilahirkan dengan wajah nan rupawan dan dari keluarga hartawan terlihat gagah memimpin teman-teman kelas Telor Kuning (TeKun), kelasnya si Bingo. Selain itu, ada Tongki, seorang anak pedagang yang bercita-cita jadi saudagar besar walaupun badannya terbilang kecil dengan rambut kriwil2 kaya mie goreng. Kemudian, ada Cabbi, seorang gadis periang cantik bermuka cabi yang walaupun kecil sudah keibuan (lebih tepatnya dewasa sebelum waktunya, kaya emak2 gitu deh). Kemudian ada Simuna, gadis yang suka berkerudung merah dan bercita-cita jadi da'iah sejuta umat.

Mereka berlima telah menjadi satu kesatuan yang tak terpisahkan oleh ruang dan waktu karena memiliki visi dan misi yang sama, yakni menjadi anak bangsa yang bermanfaat bagi bangsa dan negara. (Berjejer sambil teriakkan Pembela Nenek Tua Pembasmi Serangga, jreng, jreng, kameha-meha)

Bu Sumi, seperti biasa berpenampilan nyentrik dengan baju batik cokelat dengan parfum ala Persia yang mampu merontokkan setiap helai bulu hidung yang mencoba berani menantang ketajaman aromanya.

Bu Sumi    : "Anak-Anak, gimana kabarnya?"
TeKun      : "Baik Buuuuuuuuuuuuu"
Bu Sumi    : "Sekarang saatnya pelajaran menggambar. Kalian boleh menggambar apa saja yang kalian suka. Misalnya gunung meletus, banjir, tanah longsor, gempa bumi, dan sebagainya. Nah, sekarang siapkan semua alat-alat menggambar kalian!"

Kelas pun riuh saat semua anak mengambil alat menggambar.
Colek, patut berbangga diri, karena pensil warna miliknya paling mewah di antara anak lainnya. Terdiri dari 30 warna dengan tingkat ketajamannya 2 Mega Pixel (gw tau kalian bingung, sama gw juga). Sementara, yang paling memilukan adalah milik Tongki. Kenapa tidak, karena yang dibawa adalah perkakas material yang terbawa dari toko milik bapaknya. Tongki pun menyadari kalo dia salah ngambil karena terburu-buru berangkat.

Cabbi    : "Makanya Tong, segala sesuatunya perlu dipersiapkan secara matang. Dan jangan suka telat. Seperti aku neh, subuh2 udah bangun bantuin orang               tua dan aku mempersiapkan semuanya sendiri. Kita udah        gede loh Tong.
Tongki dan Bingo : "Pretttttt..............."
Colek    : "Hmm......ada2 aja kerjaan kalian. Gak prestige tau gak"
Tongki    : "Ngomong lw Col, bikin gw panas ati, ne kalo ditaroh telor udah setengah matang taw ga"
Simuna    : "Udah-udah, kita sebagai anak harusnya menjaga sikap. Tong, mending ente pake aja punya ana, ana redho kok."

Beruntung masih ada Simuna yang berhati baik yang bersedia meminjamkan pensil warna miliknya. Kelas menggambar pun dimulai sesaat setelah Bu Sumi membagikan kertas gambar kepada masing-masing anak.

Bu Sumi : "Sekarang mulai menggambar. Ntar gambar terbaik akan mendapat baik satu lembar photo terbaru Bu Sumi edisi Malam Jumat. Pasti kalian senang"

Kelas TeKun pun menjadi suram dan tanpa suara

Bu Sumi : "Becanda kok, ntar dapat satu buku cerita bergambar Tokek&Curut Vol.5. Edisi terbaru loh..."
TeKun    : "Aseeeekk...................."

Kelas Telor Kuning pun antusias menggambar dengan mengelurkan semua kemampuan yang dimiliki.

Sampailah pada pengumuman pemenang. Bu Sumi pun memegang kertas gambar yang menurutnya terbaik dilihat dari ketelitian sudut gambar, tone setiap warnanya, konsistensi dan perpaduan setiap warna yang ada.

Bu Sumi : "Gambar terbaik adalah milik.................Simunah *&%^*@#!&"

Tepukan tangan bergema di gelas TeKun menyambut sang pemenang Simunah.

Bu Sumi    : "Gambarnya bagus. Pitch Controlnya juga terjaga dengan rapi. Ibu maw tanya gambar ini menceritakan apa Mun?"
Simunah    : "Tentang beberapa anak yang lagi makan kedondong buk. Saya kasi judul Persahabatan Bagai Kedondong. Persahabatan yang selalu tumbuh tiada akhir        seperti pohon kedondong. Memberikan kenikmatan kepada setiap orang tanpa ragu dan tanpa terkecuali"
Bu Sumi    : "Ibu jadi terharu. Nanti ibu traktir makan kedondong deh. Kebetulan udah lama ibu ga makan kedondong."
TeKun    : "Bu Sumi emang top..........Tiada Dua"

Begitulah hingar-bingar kehidupan anak-anak kelas Telor Kuning yang sarat dengan tawa dan canda. Tak Peduli siapapun orangnya, makanannya ya Kedondong.